Seperti judul di atas, saya akan menceritakan mengapa Jerman mengubah gaya hidup saya. Lebih tepatnya diet saya menjadi seorang vegetarian.
Ibu saya bekerja sebagai penjual daging sapi. Apakah saya makan daging setiap hari? Tidak. Apakah saya mencintai daging sapi? Tidak. Saya tidak membenci daging sapi. Tetapi saya tidak mencintai daging sapi juga. Jadi tergantung bagaimana orang mengolah daging sapi tersebut dan siapa yang mengolahnya. Kalau Ibu saya yang mengolahnya jadi bakso, sudah pasti saya makan. Ketika saya di Indonesia, menu sehari-hari sebetulnya dipenuhi dengan nasi, tempe atau tahu, sambal, sayur serta telur. Saya juga sempat diet menurunkan berat badan dan hanya memakan roti gandum, oatmeal, sayur, telur dan sedikit daging. Nah, Bagaimana Jerman bisa mengubah saya menjadi vegetarian?
Pernahkah kalian mendengar "Orang Jerman suka makan daging dan jarang makan sayuran, karena sayuran mahal dan daging murah". Saya menganggap hal ini sebagai stereotyp. Tetapi saya juga pernah merasakan fase di Jerman, dimana daging adalah makanan yang sering saya makan dan masak.
GF (Gastfamilie) pertama saya memiliki diet yang cukup simpel. Daging dan sayuran serta buah merupakan hal yang selalu ada di menu makan. Coklat dan permen hanya ada di waktu tertentu atau ketika anak-anak sudah tidur. Gastvater saya pintar memasak. Dia sempat membuat pizza dari nol, ya adonannya juga mulai dari nol. Singkat cerita, pola hidup sehat.
Ketika saya berada di GF kedua, saya merasa hidup saya berubah 180 derajat. Setiap kali saya membuka kulkas dan freezer, saya pasti melihat daging, sosis, pizza topping daging, corndog, permen dan cokelat. Di setiap menu pasti ada daging. Sayuran jarang sekali ada. Gastvater dan kedua anaknya sangat menyukai sosis, daging dan makanan manis. Gastmutter saya juga menyukai makanan manis dan instant contoh pizza, burger Mc Donalds / Burgerking. Sayuran kaleng adalah hal yang biasa di rumah ini. Awalnya saya biasa saja dan mengonsumsi daging setiap hari. Hingga pada suatu kesempatan, saya memasak sup dengan bumbu sup Indonesia. Sup tersebut berisi sayur dan ayam. Dari situ lidah saya merasakan hal yang lama saya rindukan, yakni sayuran.
Ketika musim panas, kata "Grillen" adalah hal yang selalu saya dengar. Situasi semakin sulit ketika musim panas. Hampir setiap hari GF saya melakukan Grillen di Garten. Gastmutter sempat pergi ke supermarket dan mengajak saya. Di situ dia mencari daging dan sosis ayam khusus untuk saya. Jumlahnya pun cukup membuat saya sakit kepala, yakni 2 kilogram!! Hampir setiap hari menu makanan saya adalah ayam dan sosis bakar. Awalnya saya sangat bersyukur mendapatkan GF seperti mereka. Tetapi lambat laun saya lebih memilih untuk memakan buah daripada daging. Kemudian saya sering skip makan siang karena saya tidak bisa melihat daging lagi.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengurangi daging ketika saya memulai FSJ. Ketika saya berbelanja di supermarket dekat kos-kosan, saya melihat banyak daging dan sosis alternatif untuk para vegan dan vegetarian. Awalnya saya mencoba dua minggu vegan dan dua minggu vegetarian. Kalau saya ingin sekali makan daging, saya makan sosis ayam. Selama menjadi vegetarian, saya masih mengonsumsi susu sapi dan telur. Tetapi saya tidak makan ikan. Sekitar oktober-november 2018, saya sudah menjadi 100% vegetarian (masih mengonsumsi telur ayam dan susu sapi). Saya sempat mencoba memakan daging satu tahun kemudian. Reaksi saya adalah saya ingin memuntahkan daging tersebut karena rasanya sangat aneh. Dari situ saya mulai menyadari bahwa saya tidak akan kangen daging lagi.
Komentar
Posting Komentar